Sejarah Pendidikan Islam di Banten 1945–1975: Transformasi antara Tradisi dan Modernisasi

LIDIK BANTEN - Periode 1945–1975 merupakan fase penting dalam sejarah pendidikan Islam di Banten. Pasca-kemerdekaan Indonesia, dinamika politik nasional maupun lokal memberi dampak besar terhadap perkembangan pesantren, madrasah, dan lembaga pendidikan Islam lainnya. Pada saat yang sama, muncul kebijakan pemerintah pusat yang mengatur pendidikan agama secara lebih formal, sehingga mendorong transformasi struktur pendidikan Islam di daerah ini.
Pesantren Tradisional dan Perubahan Kurikulum
Lembaga pendidikan Islam tradisional seperti Pesantren Caringin dan Pesantren Cadasari tetap menjadi pusat pengembangan keilmuan Islam. Namun, keduanya tidak sepenuhnya menutup diri dari perubahan. Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950, kurikulum madrasah di Banten mulai memasukkan pelajaran umum di samping ilmu agama.
Studi kasus menunjukkan bahwa sejak akhir 1950-an, madrasah-madrasah di Serang dan Pandeglang mulai memperkenalkan mata pelajaran umum sebagai respons terhadap tuntutan zaman. Langkah ini menandai upaya kompromi antara mempertahankan tradisi pesantren dengan kebutuhan modernisasi pendidikan.
Pengaruh Budaya dan Tarekat
Konteks budaya Sunda-Banten turut mewarnai perkembangan pendidikan Islam pada periode ini. Tradisi keagamaan lokal, termasuk pengaruh tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, membentuk corak pengajaran di beberapa pesantren. Perpaduan antara spiritualitas tarekat dan sistem pengajaran formal memberikan karakteristik khas pendidikan Islam Banten dibandingkan daerah lain.
Tantangan Politik dan Masa Sulit
Meskipun ada perkembangan, pendidikan Islam di Banten juga menghadapi tantangan berat. Arsip-arsip mencatat bahwa dekade 1960-an merupakan masa sulit akibat ketidakstabilan politik nasional. Situasi ini berdampak pada keberlangsungan lembaga pendidikan, terutama pesantren dan madrasah yang mengandalkan dukungan masyarakat.
Namun, memasuki awal Orde Baru (akhir 1960-an hingga 1975), situasi mulai berubah. Pemerintah melalui Kementerian Agama mendorong standardisasi madrasah. Proses ini menandai awal dari institutionalisasi pendidikan Islam di Banten dengan struktur kurikulum yang lebih seragam dan terkontrol negara.
Kesenjangan Penelitian
Sejumlah penelitian terdahulu banyak menyoroti aspek kelembagaan, tetapi relatif minim membahas praktik pedagogis sehari-hari di kelas. Selain itu, peran perempuan dalam pendidikan Islam Banten pada periode ini masih kurang tergali karena keterbatasan sumber primer.
Studi terbaru mulai mengisi kesenjangan tersebut melalui pendekatan sejarah lisan, misalnya dengan menggali ingatan para kiai, alumni pesantren, atau tokoh lokal. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran lebih utuh mengenai dinamika pendidikan Islam di Banten antara 1945–1975.
Kesimpulan
Transformasi pendidikan Islam di Banten pada periode 1945–1975 mencerminkan interaksi antara tradisi pesantren, kebijakan negara, dan budaya lokal. Pesantren dan madrasah tidak hanya mempertahankan identitas keislaman, tetapi juga beradaptasi dengan tuntutan modernisasi. Meskipun menghadapi masa sulit akibat instabilitas politik, era Orde Baru membawa perubahan penting berupa standardisasi madrasah.
Masih terbuka ruang penelitian lebih lanjut, khususnya terkait praktik pengajaran sehari-hari dan kontribusi perempuan dalam pendidikan Islam Banten. Upaya menggali sumber lokal maupun sejarah lisan menjadi kunci untuk memperkaya pemahaman kita tentang periode penting ini.